Cari Blog Ini

Posting blogger lewat email

username.secretword@blogger.com

Selasa, 22 Februari 2011

Chairul Tanjung

Dalam peta baru pengusaha besar nasional belakangan ini, namanya disebut sebagai the rising star. Pemilik Para Group ini berhasil melakukan lompatan bisnis spektakuler justru ketika ekonomi masih dilanda badai krisis. Lompatan besar bermula ketika ia mengambil alih Bank Mega. Namun di PBSI, sebagai Ketua Umum ia kurang beruntung, dan memilih mundur. Ia digantikan Sutiyoso, Gubernur DKI dalam Munaslub di Jakarta sabtu 17 Juli 2004
Badai krisis yang berlangsung sejak empat tahun lalu telah meluluh lantahkan bangunan bisnis lama. Para pengusaha raksasa yang populer disebut konglomerat satu demi satu telah berguguran. Tak hanya dari kelompok nonpri, pengusaha besar dari kalangan pribumi pun hampir tak ada yang terbebas dari lilitan masalah. Jika kini disusun sebuah daftar kelompok usaha besar baru, misalnya dengan tolok ukur aset di atas Rp 1 triliun, petanya pasti telah jauh berubah dibanding sebelum krisis.

Belakangan ini, Chairul Tanjung adalah sosok pengusaha yang namanya paling banyak disebut ketika berbicara mengenai peta baru pengusaha besar nasional. Ia banyak disebut sebagai the rising star. Pengusaha pemilik Para Group ini berhasil melakukan lompatan bisnis yang spektakuler justru ketika ekonomi masih dilanda badai krisis.

Lompatan besar bermula ketika ia memutuskan untuk mengambil alih kepemilikan Bank Mega pada 1996 lalu. Berkat tangan dinginnya, bank kecil dan sedang sakit-sakitan yang sebelumnya dikelola oleh kelompok Bappindo itu kemudian disulap menjadi bank besar dan disegani. Pada akhirnya bank ini pun menjadi pilar penting dalam menopang bangunan Para Group. Dua pilar lain adalah Trans TV dan Bandung Supermall.

Sebagai sosok pengusaha sukses yang kini langka, Chairul dikalangan teman-teman dekatnya sering dijuluki sebagai The Last of The Mohicans. Sebutan ini mengacu pada sebuah judul film terkenal produksi Hollywood beberapa tahun lalu yang menceritakan kisah penaklukan kaum kulit putih terhadap bangsa Indian di Amerika Serikat sana. Pada akhirnya, bangsa asli yang sebelumnya menjadi tuan tanah dan penguasa wilayah itu kemudian semakin terpinggir dan menjadi sosok langka. Namanya saja sebutan berbau joke sehingga tetap atau tidak penting.

Yang jelas Chairul bukan tergolong pengusaha "dadakan" yang sukses berkat kelihaian membangun kedekatan dengan penguasa. Mengawali kiprah bisnis selagi kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, sepuluh tahun kemudian ia telah memiliki sebuauh kelompok usaha yang disebut Para Group. Kelompok usaha ini dibangun berawal dari modal yang diperoleh dari Bank Exim sebesar Rp 150 juta. Bersama tiga rekannya yang lain, ia mendirikan pabrik sepatu anak-anak yang semua produknya diekspor. "Dengan bekal kredit tersebut saya belikan 20 mesin jahit merek Butterfly," ujarnya suatu saat kepada Eksekutif.

Kini pengusaha kelahiran 16 Juni 1962 itu menjadi figur sukses yang sangat sibuk. Ketika Eksekutif meminta kesempatan untuk sebuah wawancara khusus, ia mengaku kerepotan untuk memilih waktu yang tepat. Meklum, selain sibuk mengurus bisnis, pria satu ini juga punya segudang kegiatan kemasyarakatan. Sebelum terpilih menjadi ketua umum PB PBSI beberapa waktu lalu, Chairul telah aktif di berbagai organisasi sosial seperti PMI, Komite Kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia dan sebagainya. "Kini waktu saya lebih dari 50% saya curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan," ungkapnya. (Tokoh Indonesia, Repro Eksekutif No. 269)
Tokoh Bisnis
Warta Ekonomi 28 Desember 2005 menganugerahi Chairul Tanjung, Komisaris Utama Grup Para sebagai salah seorang tokoh bisnis paling berpengaruh tahun 2005. Prestasinya, dinilai tak sesederhana penampilannya. Tiga pilihan bidang bisnisnya, keuangan, properti, dan multimedia, menunjukkan kinerja yang nyaris sempurna. Chairul Tanjung adalah rising star.

Sulit membayangkan seorang dokter gigi terjun bebas ke dunia bisnis. Namun, tidak bagi Chairul Tanjung, komisaris utama Grup Para. Semasa kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi UI, Chairul muda sudah mulai berani berjualan untuk mengasah kemampuannya berbisnis. Nalurinya kian terarah ketika bisnis sepatunya, yang memperoleh pinjaman dari Bank Exim, makin berkembang.
Orang nomor satu di Grup Para ini adalah sosok yang bersahaja. Penampilannya sederhana, tetapi sangat tajam dalam menerjemahkan visi bisnisnya. Chairul mereposisikan kelompok usahanya dalam tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia.

Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Tugu dan mengganti namanya menjadi Bank Mega. Kini bank ini menjadi salah satu bank papan atas. Hingga September 2005, Bank Mega memiliki nilai buku asetnya mencapai Rp1,5 triliun. Tahun 2005 ini sejumlah investor asing dari Eropa dan AS sudah mengajukan surat resmi untuk membeli saham Bank Mega seharga tiga kali lipat dari nilai bukunya. Selain bank, Chairul juga memiliki perusahaan sekuritas dan mulai merambah bisnis asuransi jiwa dan kerugian.
Di bisnis properti, pria kelahiran Jakarta ini mempunyai Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana Rp99 miliar. Itu pun belum semua area dibangun. Rencananya, di sisa lahan 8 hektar ia akan membangun hotel, restoran, dan bangunan pendukung lainnya.
Bisnis Chairul yang paling moncer adalah Trans TV dengan 21 menara yang mencakup seluruh Jawa, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Papua. Pada akhir 2005 dia berharap seluruh Indonesia bisa di-cover, dengan menambah menara sampai 31—32. Investasi untuk satu menara diperkirakan Rp3—5 miliar. Chairul sangat optimistis di bisnis ini karena melihat belanja iklan nasional sudah mencapai Rp6 triliun, dengan 70% di antaranya akan masuk ke TV.
Ia pun berencana mendirikan stasiun radio dan media online atau satelit. Target lainnya adalah bersiap masuk ke media cetak. Dua-tiga tahun setelah Trans TV mendapatkan keuntungan, ia berencana melepas 20%—30% sahamnya ke pasar modal. Dana hasil IPO ini akan ia alokasikan untuk pengembangan usaha dan membayar utang.
Saking banyaknya, Chairul mengaku sampai tak tahu berapa jumlah perusahaannya. Namun, yang jelas, Grup Para mempunyai Para Inti Holdindo sebagai holding company, yang membawahkan beberapa subholding: Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi), dan Para Inti Propertindo (properti). Kini ia mempekerjakan 5.000 karyawan. (ferry cahyadi putra) ►e-ti *** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Tidak ada komentar: