Cari Blog Ini

Posting blogger lewat email

username.secretword@blogger.com

Kamis, 05 November 2009

Blog Entry

Hi hi, nama aku jessi.. aq manggilny kak niken aj ya.. =)


yg pertm salam kenal ya kak.. aq suka novel yg kakak tulis.. dan aku mulai tertarik untuk belajar nulis novel..

kakak bs ngga ngajarin aq gimana cara nulis novel.. soalny setelah aq baca berulang" novel yg kakak tulis. rasany kakak dengan luwes n gampang bs nyusun kata" ngedeskripsiin suasana dan kakak bs menulis kutipan" yang dibicarakan orang" dan disususn dengan rapi di novel yg kakak buat.. aku masih bingung gimana caranya memilah milih, serta menyusun percakapan diantara cerita yang aku ingin ceritakan kepada pembaca..

hmm, sangat menunggu balasan dari kak niken..
thx ya kak udah meluangkan waktu membaca emailku ini,..
=) sukses ya..



Hai Jessi, makasih banget buat pertanyaannya. Percakapan dalam tulisan memang bukan perkara gampang. Ada beberapa hal yang harus kita pertimbangkan, misalnya kata kerja untuk membuat kutipan itu, susunan kalimatnya lalu format dan tanda bacanya. Yuk kita bahas satu persatu.



Pertama soal kata kerja yang kita pakai. Bosen juga ya kalau kita pakai ‘kata’ atau ‘berkata’ tiap kali kita mengutip percakapan.



“Hei, apa kabar?” Arya berkata.

“Eng, nggak begitu baik,” kata Sinta.



Supaya nggak garing, coba variasikan dengan kata-kata lain. Banyak loh kata kerja yang bisa kita pakai untuk mengutip. Pas aku belajar menulis bersama anak-anak Kansas (http://shokodouofsastra.multiply.com/) mereka bisa lho mengumpulkan lebih dari empat puluh kata buat menggantikan kata ‘berkata’ ini, mulai dari: berujar, menyahut, berteriak, menjerit, berbisik, sampai mendesah, bertanya, menjawab, mengomel, menukas.



“Hei, apa kabar?” tanya Arya.

“Eng, nggak begitu baik,” Rika mendesah.

“Ada masalah apa, Rik?”

“Nggak, nggak penting sih,” Rika mengelak seraya beranjak.



Dialog tidak harus diikuti dengan kata kerja mengutip misalnya ‘berkata’ atau ‘berujar’. Langsung diikuti dengan kalimat yang menunjukkan tindakan si karakter pun bisa. Bila karakter dan alur percakapannya sudah jelas, kita bisa membuatnya seperti ini.



“Aku pergi dulu.” Rika bangkit dan menyambar jaketnya.

“Eh, mau ke mana?” Arya tidak jadi meminum kopinya.



Dalam dua kalimat di atas penulis tidak mencatumkan kata kerja mengutip untuk menunjukkan siapa yang berbicara. Tapi kalimat berikutnya sudah cukup menjelaskan.







Nah sekarang kita bahas susunan kalimatnya. Ada berbagai kombinasi yang bisa kita pakai.



1. Dialog + kalimat

“Yeah, aku memang udah bosen pacaran sama kamu,” ungkap Prita akhirnya.

“Bosen? Nggak bisa cari alasan yang lebih bermutu?” Rinto menyahut ketus.



2. Kalimat + dialog

Dia menjerit keras, “Arrrrgkkkhhh, tolong.”

Sambil sesenggukan ia berkata terbata-bata, “Say … saya nggak bersalah, Pak.”



3. Kalimat + dialog + kalimat

Aku mengomel, “Emangnya kalau elo cowok gue, terus elo bisa ngatur hidp gue gitu? Bokap gue aja nggak segitunya,” lalu kumatikan HP-ku dengan kesal.



4. Dialog + kalimat + dialog

“Ini rahasia besar, Son,” bisikku, “janji nggak ngomong sama siapa pun?”



5. Dialog saja (untuk dialog yang cukup panjang oleh dua orang. Bila karakternya lebih dari dua, pola seperti ini akan membingungkan)

“Kamu dengar nggak?” tanyaku

“Dengar apa?” ia balas bertanya.

“Gosip itu.”

“Gosip apa?”

“Gosipnya si kucing meong ama kucing garong.”

“Emang ada kucing? Kucing siapa? Kucing apa?”

“Iiiihhh, susah banget ngomong ama kamu.”



Nah, sekarang kita bicarakan format dan tanda bacanya. Intinya alur percakapan harus dibuat sesimpel mungkin hingga tidak membingungkan. Siapa mengatakan apa harus jelas. Itulah mengapa dialog sebaiknya berdiri sendiri. Bila diikuti oleh dialog lain, maka sebaiknya masukkan dialog berikutnya dalam paragraf baru. Misalnya:



“Hai, aku Nina.”

“Aku Frans.”

“Kamu sekolah di sini juga?” aku mencari-cari bahan pembicaraan.

“Kayaknya iya sih.” Ia melihat badge di lengan bajunya. Haha, dia lucu.



Bila kalimat itu tidak dipecah dalam paragraf-paragraf baru akibatnya nggak bakal enak dibaca, kayak gini:

“Hai, aku Nina.” “Aku Frans.” “Kamu sekolah di sini juga?” aku mencari-cari bahan pembicaraan. “Kayaknya iya sih.” Ia melihat badge di lengannya. Haha, dia lucu.



Oke, next adalah tanda baca. Yang ini gampang. Pada intinya, setiap dialog diawali dengan tanda petik dan diakhiri dengan tanda petik pembuka (“) dan tanda petik penutup (”). Sebelum tanda petik penutup letakkan tanda baca yang sesuai, seperti tanda tanya (?), tanda seru (!), koma (,) atau titik (.). Contohnya seperti ini:



“Kapan ya kita bisa pergi bareng-bareng lagi?” tanya Ajeng.

“Kapan-kapan deh. Kalau nggak lagi bokek,” sahut Mirna.



Berikut adalah contoh yang salah:

“Kapan ya kita bisa pergi bareng-bareng lagi”? tanya Ajeng.

“Kapan-kapan deh. Kalau nggak lagi bokek”, sahut Mirna.



Jangan lupa aturan huruf kapital tetap berlaku di sini. Bila huruf pertama dalam dialogmu adalah huruf pertama dalam kalimat, maka kamu harus menggunakan huruf kapital, seperti contoh di atas.



Hal ini juga berlaku untuk kalimat setelah dialog. Bila dialogmu diakhiri dengan tanda titik, maka huruf pertama pada kalimat selanjutnya harus menggunakan huruf kapital.



Contoh:

“Apa yang harus aku lakukan, Sin?” Ia kembali mondar-mandir di ruangan itu.

“Ehm … yang harus kamu lakukan adalah duduk dan tidak mondar-mandir kayak gitu,” sahutku jengkel.



Masih ada pertanyaan? Silakan kirimkan via e-mail ke: kenterate@yahoo.com

Tidak ada komentar: